Rabu, 18 Maret 2009

Pendidikan Tinggi

Artikel 1
Tingkatkan SDM, Guru Butuh Pendidikan Tinggi Jarak Jauh

Selasa, 2 September 2008
JAKARTA, SELASA - Pendidikan tinggi jarak jauh dengan kualitas akademik yang baik sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu sumber daya manusia, terutama kalangan guru. Namun, pilihan guru untuk menikmati layanan pendidikan tinggi masih terbatas akibat minimnya infrastruktur pendidikan. Padahal ada satu juta lebih guru yang harus meningkatkan kualifikasi pendidikan diploma IV atau S-1 hingga tahun 2015.
"Para guru ini kan diwajibkan untuk mencapai kualifikasi akademik D-IV/S-1, tetapi disyaratkan jangan sampai melalaikan kewajiban mengajar. Ini kan dilema buat guru. Solusinya ya harus ada pilihan pendidikan tinggi jarak jauh yang beragam dengan tetap mengutamakan kualitas akademik," kata Sulistyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta Indonesia di Jakarta, Selasa (2/9).
Menurut Sulistyo, pemerintah harus segera mengatur penyelenggaraan pendidikan jarak jauh, terutama untuk melayani guru. Jika mengandalkan Universitas Terbuka saja, kemampuannya terbatas.Selain menyediakan infrastruktur yang mendukung pengembangan pendidikan jarak jauh, semisal teknologi informasi dan komunikasi, juga perlu disiapkan supaya layanan pendidikan ini juga menyediakan modul-modul yang bisa dipahami untuk belajar mandiri. Dengan demikian, pendidikan tinggi untuk peningkatan kualitas guru yang berdampak dalam pengajarannya di kelas bisa tercapai. Kemantapan UT di pusat itu belum tentu cerminan di daerah lain. Untuk tutor saja, masih ada yang guru SD-SMA yang kebetulan sudah S-1. Jadi perlu diatur mana perguruan tinggi yang siap dan mampu melaksanakan pendidikan jarak jauh. Itu harus dicek betul supaya terjamin kualitasnya. "Sebab, peningkatan kualitas akademik guru itu bukan untuk mengejar ijasah, tapi untuk membentuk guru yang bermutu sehingga pendidikan kita ada perbaikan," tambah Sulistyo.

Artikel 2
Perguruan Tinggi Ikut Awasi UN 2009

Senin, 12 Januari 2009
JAKARTA, SENIN – Mulai tahun ini, tim pengawas Ujian Nasional (UN) akan ditambah dengan melibatkan perguruan tinggi dalam Pengawas Satuan Pendidikan. Mereka ditigaskan mengawasi pelaksanaan UN di SMA/ MA yang akan memantau, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan UN di wilayahnya kepada Menteri dan BSNP.

Hal itu dikatakan Koordinator Ujian Nasional, Djemari Mardapi, dalam konferensi pers di Gedung Depdiknas, Jl Jend Sudirman, Jakarta, Senin (12/1).

“Kalau tim pemantau independen itu kan memang sudah ada untuk di SMP/Mts/ SMP luar Biasa dan SD, sedangkan tim pengawas untuk perguruan tinggi ya tim dari perguruan tinggi ini,” kata Djemari.

Mardapi mengatakan dalam pelaksanaannya, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk menempatkan mahasiswanya dalam penyelenggaraan UN. “BNSP akan menunjuk PTN berdasar rekomendasi Majelis Rektor PTN sebagai koordinator perguruan tinggi di provinsi tertentu,” katanya.

Tugas mereka, menurut Djemari Mardapi, selain menjaga keamanan dan kerahasiaan penggandaan dan pendistribusian naskah, juga melakukan pemindaian (scanning) lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) dengan menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan BSNP.

“Mereka ditempatkan di tiap satuan pendidikan minimal 1 orang. Kalau ada 10 kelas minimal ada 1 orang pengawas dari tim perguruan tinggi, tetapi tak boleh masuk ke dalam ruangan,” kata Djemari Mardapi.

Dikatakan Ketua Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP) Mungin Eddy Wibowo, pengawas dari perguruan tinggi maupun tim pengawas independen atau siapapun termasuk pejabat yang meninjau tak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan tes. “Ini demi menjaga konsentrasi siswa, karena waktu mengerjakan siswa dapat berkurang bila perhatian teralihkan,” katanya.

Pengawas dari perguruan tinggi dan tim independen boleh masuk bila ditengarai ada tindak kecurangan yang terjadi. “Pengawas dalam ruangan untuk SD, SMP dan SMU tetap 2 orang guru yang telah ditentukan dari sistem silang dari sekolah yang berbeda,” jelasnya.


Artikel 3
Akses Pendidikan Indonesia Kalah dari Kamboja

Kamis, 18 Desember 2008
SURABAYA, KAMIS - Angka partisipasi kotor pendidikan tinggi di Indonesia kalah dibandingkan Kamboja yang baru intensif membangun pada era 1990 -an. Sampai tahun lalu, baru 17 persen penduduk usia pendidikan tinggi di Indonesia yang kuliah.
Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) Prasetyo Sunaryo mengatakan, angka partipasi kotor (APK) pendidikan Kamboja pada 2007 sudah 20 persen. "Padahal, negara itu dikoyak perang saudara dari 1970 hingga 1993. Mereka baru intensif membangun saat Indonesia mencanangkan siap masuk era tinggal landas," ujarnya di Surabaya, Kamis (18/12).
Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, APK Indonesia lebih tertinggal lagi. Filipina sudah mencapai 28 persen. Sementara APK Malaysia sudah sampai 41 persen. "China yang penduduknya lebih dari satu miliar sudah mencapai 20 persen," ujarnya.
Selain masih rendah, APK Indonesia tidak terdistribusi secara merata. APK nasional masih didominasi oleh Jakarta dan Yogyakarta. "Artinya, APK pendidikan tinggi di provinsi lain bisa jauh lebih rendah dari itu. Ini akibat lembaga pendidikan tinggi tidak tersebar merata," tuturnya.
Karena itu, penting untuk mendorong dan membantu perguruan tinggi di daerah terpencil. Dorangan dan bantuan terutama diarahkan kepada perguruan tinggi yang mengembangkan potensi lokal. "Untuk daerah terpencil, sebaiknya didirikan akademi dengan fokus keterampilan yang sesuai dengan potensi daerah setempat," tuturnya.
Pada akademi-akademi itu, penting dibantu peralatan teknologi informatika dan komunikasi (TIK). "Akses TIK akan membantu akademi mendapat informasi lebih banyak. Salah satu penyebab ketertinggalan adalah akses informasi masih rendah," ujarnya.

Artikel 4
Timor Leste Hanya Punya Tiga Perguruan Tinggi

Kamis, 18 September 2008
BANDUNG, KAMIS - Pascakekacauan usai kemerdekaan Timor Leste, hanya ada tiga perguruan tinggi di bekas provinsi Indonesia tersebut. Kualitasnya pun di bawah standar internasional. Maka, tak heran banyak mahasiswa Timor Leste belajar ke Indonesia, termasuk Jawa Barat.
Demikian masalah yang diungkapkan seusai pertemuan Menteri Luar Negeri Timor Leste, Lesea Zacarias Aibano Da Costa dengan Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf di Bandung, Kamis (18/9). Mahasiswa Timor Leste memiliki antusias tinggi untuk belajar di Jawa Barat.
Lesea mengatakan, provinsi tersebut menjadi tujuan mereka karena di ibu kota Jabar yaitu Bandung, banyak perguruan tinggi berkualitas. Terdapat 300 mahasiswa Timor Leste yang belajar di Jabar dengan jenjang S1. Mereka sudah datang sejak tiga tahun lalu.
Sebagian besar mengambil kajian ilmu komunikasi dan teknologi. Para mahasiswa itu ditempatkan antara lain di Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Komputer Indonesia. Dede mengatakan, jumlah mahasiswa Timor Leste di Jabar akan terus ditambah.
Dalam tiga tahun mendatang, lebih dari 300 mahasiswa Timor Leste akan didatangkan lagi ke Jabar. M ahasiswa yang mendaftar di perguruan tidak dipersulit dan dalam proses belajarnya diberi kemudahan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar berniat mendorong perguruan tinggi di Timor Leste.
"Banyak sarjana kita yang siap ke Timor Leste untuk dikirim kesana. Mereka bisa memberi pembinaan terhadap perguruan tinggi di Timor Leste," kata Dede. Sejumlah guru dari Jabar tengah dikaji untuk pergi ke Timor Leste guna memberikan masukan tentang pendidikan.
Selain itu, ada kemungkinan mahasiswa Jabar juga berkunjung ke Timor Leste. Dede mengatakan, Pemprov Jabar bersama pemerintah Timor Leste sedang mencari formulasi terbaik dalam bidang pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dadang Dally mengatakan, mahasiswa Timor Leste ingin belajar lebih baik untuk meningkatkan sumber daya manusia di negaranya.

Artikel 5
Perguruan Tinggi Perlu Kembangkan Pertukaran Program Internasional

Jumat, 23 Mei 2008
JAKARTA, JUMAT - Perguruan tinggi Indonesia harus mulai mengembangkan pertukaran program internasional dengan perguruan tinggi dari negara-negara lain. Program ini untuk menyiapkan lulusan peguruan tinggi Indonesia siap bersaing masuk di pasar global.
"Kondisi sosial sudah berubah jauh dan perkembangan pengetahuan juga maju pesat. Indonesia harus siap dengan perubahan itu. Dalam bidang pendidikan, kerjasama internasional dengan lembaga pendidikan di belahan negara lain harus dilakukan dalam berbagai bentuk," kata Rektor Bina Nusantara University, Geraldus Pola, dalam seminar menyambut Dies Natalis Universitas Negeri Jakarta (UNJ), di Jakarta, Jumat (23/5).
Menurut Geraldus, pengalaman untuk bisa masuk dalam dunia internasional itu idealnya sudah bisa dirasakan peserta didik saat di bangku kuliah. Perguruan tinggi berkolaborasi dalam riset, seminar, pertukaran pengajar dan pelajar, hingga penyelenggaraan dual degree program."Untuk bisa melaksanakan pertukaran program internasional harus ada banyak yang perlu dibenahi, terutama untuk memenuhi standar internasional. Keuntungan yang diperoleh banyak karena lulusan kita jadi mudah masuk ke pasar global, misalnya mudah untuk bekerja di negara lain secara kompetitif," kata Geraldus.
Untuk internasionalisasi pendidikan ini perlu ada jaminan kualitas, networking, dan alokasi sumber daya yang memenuhi standar nasional. Tujuannya supaya perguruan tinggi di Indonesia bisa juga diakui kurikulumnya di dunia internasional. (ELN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar