Rabu, 18 Maret 2009

Pendidikan Layanan Khusus

Artikel 1
Ribuan Siswa Berkebutuhan Khusus Belum Terlayani


Kamis, 26 Februari 2009
BANDUNG, KAMIS — Lebih dari 36.000 siswa berkebutuhan khusus di Jawa Barat belum mendapat pelayanan pendidikan. Terbatasnya sekolah luar biasa di daerah menjadi salah satu kendala utama. Setidaknya ada 7 kabupaten/kota di Jabar yang hingga saat ini belum memiliki SLB.
Gubenur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan hal itu di sela-sela acara peresmian SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung, Kamis (26/2). SLB saat ini rata-rata baru satu buah di kabupaten/kota. Akibatnya, banyak yang belum terlayani, bahkan jauh dari perhatian. "Padahal, mereka sama-sama anak bangsa dan jadi bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan," ucapnya.
Untuk itu ia berharap, setidaknya pada 2010 mendatang, seluruh kabupaten/kota di Jabar sudah memiliki SLB. Menurutnya, saat ini setidaknya ada tujuh kabupaten/kota di Jabar yang belum mempunyai SLB. Di dalam sambutannya, ia menegaskan, Pemprov Jabar akan mendukung sepenuhnya pengadaan sekolah-sekolah luar biasa di daerah yang belum terjangkau SLB.
Dukungan ini mencakup pembebasan lahan tanah, anggaran dana operasional, hingga tenaga pengajar. "Jika perlu dialih kelola seperti ini (SLBN B Cicendo) ya jangan ragu dilakukan," ucapnya. SLBN B Cicendo adalah SLB khusus tunarungu yang saat ini telah dialih kelola oleh Pemprov Jabar. Dahulu, sekolah ini dikelola oleh swasta dengan nama SLB B Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tunarungu (P3ATR) Cicendo.
Dengan alih kelola ini, diharapkan SLB dapat lebih maksimal melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab, manajemen dan anggarannya itu dilakukan langsung oleh pemerintah. "Di sini, sekolah bukan sekadar mendapat dana BOS, tetapi juga bagaimana agar guru-guru lebih profesional dan sarananya lebih bisa ditingkatkan," ucapnya. Total SLB di Jabar saat ini berjumlah 286, di mana 26 di antaranya (10 persen) adalah berstatus negeri.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wachyudin Zarkasyi optimistis, pada 2010 mendatang, setidaknya setiap kabupaten/kota sudah memiliki SLB. Apalagi, mengingat pengelolaan pendidikan luar biasa saat ini berada dalam tanggung jawab pemerintah provinsi. Saat ini, Disdik Jabar setidaknya tengah membangun tiga unit SLB baru di tiga daerah yang belum memiliki SLB yaitu Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kabupaten Cianjur.

Guru terbatas
Ia mengatakan, dari 48.612 penyandang cacat usia sekolah yang ada di Jabar saat ini, baru 12.423 (25,5 persen) di antaranya yang terlayani pendidikan. Selain sarana dan prasarana, terbatasnya guru yang profesional menjadi kendala pelayanan pendidikan luar biasa. Dari 2.678 guru PLB, baru 889 di antaranya yang berkualifikasi sarjana. Sisanya itu adalah bergelar diploma dan SMA sederajat.
Padahal, seperti yang diungkapkan Pejabat Sementara SLBN B Cicendo Priyono, pada prinsipnya, pelayanan di SLB dengan sekolah umum sangat berbeda. Rasio pengajar dan siswa di SLB umumnya lebih kecil daripada sekolah umum. Jadi, kalau di sekolah umum satu kelas bisa 30-40 orang, di SLB itu hanya 5 orang, ucapnya. Konsekuensinya, ini membutuhkan lebih banyak guru.

Artikel 2
Dana Siswa Miskin Lamongan Rp 120.000 per Bulan


Rabu, 7 Januari 2009
LAMONGAN, RABU - Besaran anggaran bantuan khusus siswa miskin di Kabupaten Lamongan tahun 2009 direncanakan naik dari Rp 65.000 hingga menjadi Rp 120.000 per bulan per siswa. Jatah bantuan tersebut rencananya diberikan kepada 4.112 siswa SMA, SMK dan MA sama seperti tahun 2008 lalu.
Kepala Bagian Humas dan Informasi Komunikasi Lamongan Aris Wibawa, Rabu (7/1), mengatakan sampai saat ini Surat Keputusan (SK) alokasi bantuan khusus siswa miskin (BKSM) Lamongan untuk tahun 2009 belum turun. Untuk sementara, masih menggunakan acuan data BKSM yang lama sebanyak 4.112 siswa di 61 lembaga pendidikan setingkat SMA, MA dan SMK.
"Bantuan akan diterimakan selama 12 bulan dengan besaran sementara dibuat sama Rp 65.000 per siswa perbulan. Total anggaran BKSM mencapai Rp 3,207 miliar," kata Aris.
Dia mengatakan ada rencana kenaikan besaran dana BKSM dari semula diterimakan sama Rp 65.000 baik untuk siswa SMA, SMK maupun MA menjadi variatif. BKSM untuk siswa siswa naik menjadi Rp 90.000, dan Rp 120.000 untuk siswa SMK, sedang untuk siswa MA tetap Rp 65.000.
Sampai saat ini SK kenaikan besaran BKSM tersebut belum turun, sehingga Dinas Pendidikan Lamongan sementara ini masih mengacu pada ketentuan lama. "Besarnya besaran BKSM untuk siswa SMK dinaikkan dimungkinkan terkait dengan prioritas program Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang akan mengkonsentrasikan pada sekolah kejuruan dalam rangka menyiapkan angkatan kerja," kata Aris.
Aris menjelaskan program BKSM merupakan dana sharing antara APBN 40 persen, APBD Provinsi 30 persen dan APBD Kabupaten 30 persen. Pada prinsipnya BKSM dikucurkan agar jangan sampai ada siswa miskin, terutama tingkat SMA, MA dan SMK, tidak bisa sekolah dengan alasan tidak ada biaya.
Penyaluran BKSM dilakukan lewat lembaga sekolah untuk dikelola. Peruntukan BKSM bisa untuk pengadaan buku maupun Lembar Kerja Siswa (LKS) dan peningkatan mutu kegiatan belajar sekolah. "Kalau diperlukan, BKSM bisa diperuntukkan membiayai transportasi sisw a miskin. Meski diperkenankan peruntukan uang transportasi tidak dilaksanakan karena dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan," katanya.
Aris menambahkan besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga naik. Berdasar surat dari Menteri Pendidikan Nasional besaran BOS akan naik dari Rp 21.000 menjadi Rp 33.000 per bulan per siswa tingkat SD. BOS untuk tingkat SMP naik dari Rp 29.500 menjadi Rp 37.500 per bulan persiswa. "Namun jatah alokasi BOS di Lamongan untuk berapa siswa belum ditentukan," ujarnya

Artikel 3
Warga Sekitar Kampus Atmajaya Dapat Kemudahan Tes


Minggu, 12 Oktober 2008
YOGYAKARTA, MINGGU - Sebagai wujud pengabdian masyarakat, Universitas Atma Jaya atau UAJY Yogyakarta akan memprioritaskan pendidikan masyarakat sekitar kampus. Terdapat sejumlah kemudahan untuk warga di sekitar kampus yang mendaftar kuliah di UAJY.
Rektor UAJY Yogykarta Dibyo Prabowo mengatakan, rencana ini berusaha direalisasikan mulai tahun ajaran 2008/2009. Sejumlah kemudahan itu antara lain penggratisan sumbangan penyelenggaraan pendidikan dan kemudahan tes seleksi masuk kuliah.
"Kemudahan diambil karena sebagian besar masyarakat di sekitar kampus UAJY tergolong tidak kuat secara finansial. Kita tidak bisa hanya memberi ruang untuk masyarakat yang mampu atau berprestasi saja," katanya usai menghadiri acara Halal Bihalal Keluarga UAJY dan warga sekitar di Yogyakarta, Minggu (12/10).
Selama ini, kata Dibyo, belum ada yang memfokuskan perhatian pada pendidikan tinggi pada warga sekitar kampus. Sebagian besar kemudahan kuliah untuk masyarakat diberikan dengan cakupan daerah lebih luas dan biasanya disertai dengan syarat nilai dan prestasi. "Karena itu, harus mulai ada yang memperhatikan arah itu," kata Dibyo.
Dibyo mengatakan, pengabdian masyarakat ini juga sebagai bentuk balas jasa atas penerimaan masyarakat terhadap keberadaan UAJY. Masyarakat sekitar ber peran penting dalam kelangsungan suatu lembaga pendidikan. Dengan penerimaan dan dukungan dari masyarakat, proses pendidikan maupun pengembangan suatu lembaga pendidikan bisa mencapai hasil yang lebih baik.
"Contoh yang paling ekstrim apabila keberadaan lembaga pendidikan tak disertai dukungan masyarakat bisa berupa perusakan gedung atau intimidasi pada peserta didik," katanya.
Menyadari hal itu, UAJY berusaha terus memelihara jalinan baik dengan masyarakat. Salah satunya dengan halal bihalal maupun buka bersama yang berlangsung di UAJY setiap sekali setahun selama sekitar 10 tahun terakhir.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UAJY Bernardus Kristiyanto mengatakan, pengabdian masyarakat merupakan salah satu keunggulan yang membuat nama UAJY Yogyakarta dikenal.
"Namun, pengembangan dalam bidang pengabdian masyarakat ini masih terkendala keterbatasan sarana dan dana. Sampai sekarang pusat pengabdian masyarakat masih menjadi satu dengan pusat penelitian. Akan lebih baik kalau dipisah sehingga program-programnya bisa terfokus," katanya.

Artikel 4
Setelah Presiden, Butet Bertemu Mendiknas


Jumat, 5 Desember 2008
JAKARTA, JUMAT — Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bertemu dengan Direktur Sokola Rimba Saur Marlina alias Butet Manurung. Dalam kesempatan tersebut, mereka membicarakan mengenai pendidikan bagi anak suku minoritas terpencil. Sokola Rimba menawarkan pengajaran baca, tulis, dan hitung kepada orang Rimba yang hidup di Hutan Bukit Dua Belas, Jambi.
Butet Manurung mengungkapkan, bentuk formal pendidikan untuk anak-anak di daerah terpencil sebaiknya direduksi. Pendidikan bagi mereka lebih tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter masing-masing lokasi dengan indikator keberhasilan yang bersifat lokal. Dia mencontohkan, tanpa life skill yang dekat dengan kehidupan lokal, anak akan bertanya manfaat sekolah bagi masa depan mereka.
Sokola juga membutuhkan sukarelawan dan bantuan tenaga yang bersifat tetap. Model kuliah kerja nyata (KKN) tematis dalam rangka penuntasan wajib belajar memang baik, tetapi tidak berkesinambungan. Untuk beradaptasi juga butuh waktu. "Pernah ada 10 mahasiswa Universitas Gadjah Mada KKN ke tempat kami dan tak berapa lama sembilan di antaranya jatuh sakit," ujarnya.
Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan akan membuat skema pemberian blockgrant secara khusus bagi pendidikan anak suku minoritas terpencil itu. Blockgrant itu harus berbeda dengan sekolah formal.
Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas Eko Jatmiko Sukarso mencatat, terdapat 747 etnis minoritas terpencil. Depdiknas sendiri bekerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, pondok pesantren, organisasi masyarakat, dan universitas sudah mengadakan pendidikan layanan khusus bagi sejumlah etnis tersebut.

Arikel 5
Kualitas Pendidikan AS Merosot

Rabu, 11 Maret 2009
WASHINGTON, KOMPAS.com — Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan, sistim pendidikan Amerika Serikat seharusnya membuat iri banyak negara, tetapi faktanya kini merosot.

Karena itu, Obama mengusulkan perbaikan sistem pendidikan lewat pertanggungjawaban yang lebih baik, pengeluaran yang lebih cerdas, dan bantuan bagi siswa yang ingin memperoleh pendidikan di perguruan tinggi.

Obama, Selasa (10/3), mengatakan bahwa kualitas pendidikan AS merosot di bawah banyak pesaing internasionalnya. Itu berdampak pada kemampuan siswa AS untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan.

Ia minta negara-negara bagian yang menangani sendiri sistim pendidikannya untuk menyusun standar belajar yang lebih baik. Ia mengatakan, sekolah-sekolah harus mengajarkan "keterampilan abad ke-21" seperti pemikiran kritis, kreativitas, dan kewiraswastaan.

Presiden Obama menambahkan, paket perangsang ekonomi yang baru-baru ini ia tandatangani menyediakan dana 5 miliar dollar untuk perluasan program pendidikan, peningkatan akses layanan anak yang berkualitas, dan lebih banyak bantuan untuk anak-anak cacat.
ONO
Sumber : VOA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar