Senin, 18 Mei 2009

Pendidikan Tinggi,

Artikel 1

Penurunan Anggaran Berdampak pada Pendidikan Tinggi


JAKARTA, KOMPAS.com — Penurunan anggaran pendidikan berdampak besar bagi perguruan tinggi yang selama ini mutu dan daya tampungnya masih sangat terbatas. Terutama berpengaruh pada kegiatan penelitian yang ikut menentukan kualitas perguruan tinggi.

"Pengembangan ilmu dan penelitian yang umumnya dilakukan di lembaga pendidikan tinggi membutuhkan biaya besar. Jika ilmu pengetahuan tidak berkembang, budaya tidak berkembang," kata Direktur Institute of Education Reforms Utomo Dananjaya, Jumat (1/5).

Seperti diwartakan sebelumnya, anggaran pendidikan tahun 2010 ditargetkan senilai Rp 195,636 triliun atau berkurang Rp 11,7 triliun dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 207,413 triliun.

Dengan anggaran Rp 195,636 triliun, anggaran pendidikan 2010 setara dengan 20,6 persen dari total RAPBN 2010. Anggaran pendidikan tahun 2009 sebesar 21 persen dari APBN. Anggaran tahun depan difokuskan untuk pemulihan perekonomian nasional dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat.

Utomo mengatakan, sepanjang pemerintah menghindari memberikan anggaran pendidikan memadai, peningkatan mutu dan akses tetap terhambat. Dia berpandangan, kondisi itu bukan karena pemerintah tidak mempunyai dana, melainkan komitmen terhadap pengembangan ilmu dan budaya sangat rendah.

Padahal, tanpa pembangunan pendidikan yang serius, sangat sulit mengejar peradaban yang tinggi. "Paradigma penguasa dan elite politik dalam melihat pendidikan yang mesti diubah," ujarnya.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo mengatakan, Jumat, sangat prihatin dan menyesalkan adanya kemungkinan penurunan anggaran pendidikan tersebut.

Menteri Pendidikan Nasional berkewajiban meyakinkan agar seluruh departemen mempunyai niat sama untuk membangun sumber daya manusia melalui pendidikan. PGRI sendiri pernah mengajukan uji material terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang belum memenuhi ketentuan anggaran pendidikan 20 persen ke Mahkamah Konstitusi bersama Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia.

"Anggaran pendidikan seharusnya tidak turun, terlebih lagi kebutuhan penggajian dan pendidikan meningkat," ujarnya.

Dia berharap pula anggaran untuk kesejahteraan melalui pemberian tunjangan profesi dan fungsional guru tidak terganggu, apalagi kesejahteraan guru, terutama guru honorer dan tidak, tetap masih jauh dari harapan.

Artikel 2

Benahi Manajemen Pendidikan Tinggi


Persoalan seleksi bagi mahasiswa baru yang akan memasuki perguruan tinggi negeri menjadi sebuah persoalan baru. Kabar bahwa sebagian besar PTN yang sebelumnya bergabung ke dalam satu sistem itu kemudian memilih melakukan sendiri seleksi dan penerimaan mahasiswa barunya, mengemuka. Akhirnya memang belum diputuskan bagaimana mengatasi hal tersebut. Titik krusialnya adalah bagaimana supaya calon mahasiswa dapat memilih PTN yang diminatinya tanpa harus berada di tempat PTN tersebut berada. Memang pengelolaan pendidikan tinggi tidak mudah. Tetapi seleksi untuk memasuki PTN barulah satu masalah dari sekian banyaknya masalah yang mendera pendidikan tinggi kita.

Salah satu masalah mendasar yang belum juga dipecahkan adalah bagaimana menciptakan lulusan yang bisa memasuki pasar kerja, tanpa harus menganggur. Angka pengangguran bagi lulusan perguruan tinggi memang masih cukup tinggi. Setiap tahunnya terdapat 4 jutaan lulusan perguruan tinggi yang memasuki pasar kerja, sementara hanya sedikit saja lapangan kerja yang terbuka bagi mereka.

Dulu pemerintah pernah punya konsep link and match. Konsep ini dikembangkan oleh mantan Menristek BJ Habibie berdasarkan pengalaman pengelolaan pendidikan di Jerman. Konsep ini menggunakan logika demand and supply. Pendidikan tinggi tidak dikelola demikian rupa seperti sekarang ini dimana semua jurusan dibuka, bahkan jurusan yang dibuka lebih banyak daripada yang ditutup. Mereka yang memasuki pendidikan tinggi diberikan nilai tambah sehingga ketika lulus mereka siap untuk bekerja pula.
Hanya sayangnya, konsep ini kemudian dimentahkan oleh perubahan politik. Konsep yang dulu pernah menjadi sangat populer itu kemudian hilang begitu saja dan pendidikan tinggi kita terjebak ke dalam fenomena industrialisasi pendidikan tinggi. Maksudnya adalah pendidikan tinggi dijadikan sebagai alat mencetak sebanyak mungkin lulusan karena dianggap sebagai upaya mencerdaskan bangsa, sementara keterkaitannya dengan pasar kerja sama sekali tidak pernah dipikirkan.

Yang kemudian terjadi adalah, dan ini juga merupakan masalah besar, pada mahalnya biaya pendidikan. Semakin lama semakin terlihat bahwa upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berjalan tidak sebanding dengan harapan kita mengenai tercapainya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.

Di setiap PTN sekarang ada berbagai kelas yang sangat variatif, dan terkadang membedakan kemampuan calon mahasiswanya. Perbedaan itu ditengarai menjadi pemicu perbedaan kualitas pendidikan. Yang paling parahnya, mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk menikmati pendidikan tidak memiliki kesempatan melalui skema subsidi silang yang banyak diberikan oleh PTN. PTN tidak sanggup mendanai mereka yang tidak memiliki uang, terlebih PTN yang telah menjadi BHMN.

Akumulasi persoalan pendidikan, sejak dari seleksi sampai dengan outputnya kita kuatirkan akan menciptakan efek domino yang kelak akan menghasilkan gelombang pengangguran intelektual. Mereka yang berpendidikan tetapi tidak bekerja jelas lebih “berbahaya” dibandingkan dengan mereka yang tidak.

Skema Coorporate Social Responsibility (CSR) yang sudah mulai dijalankan oleh beberapa perusahaan sebenarnya bisa divariasikan dengan mempekerjakan para lulusan pendidikan tinggi. Perusahaan yang juga memiliki CSR bisa menjadikan lulusan perguruan tinggi sebagai bagian dari komitmen mereka mengatasi masalah sosial di wilayahnya. Yang paling penting, membenahi tujuan, arah dan pola pengelolaan pendidikan tinggi kita adalah sebuah pekerjaan rumah yang harus dikerjakan segera.

Sumber: Harian SIB

Artikel 3

Bappenas: Peran Perguruan Tinggi Penting


BANDUNG, RABU - Pemerintah optimistis mampu meraih laju pertumbuhan ekonomi (LPE) tahun 2009 sebesar 5,5 persen kendati berada dalam kondisi krisis global. Dua upaya utama yang dipersiapkan antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan ekonomi domestik.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) Paskah Suzetta menjelaskan realisasi pencapaian LPE nasional sampai akhir tahun lalu berkisar 6,1 persen . Sementara tingkat pengangguran berada pada posisi 15,4 persen.

"Tahun 2009, ditargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen agar tingkat pengangguran bisa berkisar 9,3 persen," kata Paskah di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (7/1) .

Untuk meraih target tersebut, pemerintah telah merencanakan stimulus penguatan yang telah disesuaikan dengan ketentuan presiden dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009. Stimulus yang akan dilakukan pemerintah, jelas Paskah, yakni penguatan ekonomi domestik dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan tinggi pun menjadi salah satu penentu. Alasannya, dalam konteks daya saing global, peranan pendidikan tinggi sangat penting dalam mendorong percepatan kemajuan bangsa.

Pemerintah sendiri mengambil strategi pengembangan dinamika pengembangan ekonomi global yang digerakan ilmu pengetahuan. Paskah mengatakan, strategi ini menempatkan pendidikan tinggi pada posisi yang strategis.

"Lulusan perguruan tinggi akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Inilah yang disebut knowledge driven economic growth," katanya.

Saat ini, pembangunan pendidikan nasional masih belum memadai untuk menghadapi persaingan global. Daya saing masih lemah dibandingkan negara lain. Salah satu indikatornya terlihat dari angka paritisipasi kasar (PT) pada jenjang perguruan tinggi yang pada 2007 hanya berkisar 17,25 persen . Padahal APK Thailand mencapai 42,7 persen, Malaysia 32,5 persen, dan Filipina 28,1 persen .

Mengacu pada World Compteitiveness Report 2007-2008, posisi Indonesia di ASEAN berada pada urutan keempat. Singapura berada di posisi pertama, Malaysia kedua, dan Thailand ketiga.

"Dalam konteks penguasaan iptek, Indonesia tergolong pada kelompok technology adaptor countries. Dengan kata lain baru bisa mengadopsi teknologi dan belum sampai pada tahapan implementasi. Pendidikan kita masih banyak yang masih harus diperbaiki," paparnya.

Paskah menyebutkan, pemerintah telah melakukan komitmen politik untuk memperkuat sektor pendidikan. Salah satunya dengan mengalokasikan 20 persen APBN 2009 untuk kegiatan pendidikan nasional.

Alokasi dana pendidikan pada tahun ini berkisar Rp 207,4 triliun. Dalam konteks pendidikan tinggi, penambahan alokasi pendidikan berfokus kepada peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan, serta peningkatan mutu pendidikan dan penelitian untuk memperkuat daya saing bangsa.

Artikel 4

Diperbanyak, Pusat Kewirausahaan di Perguruan Tinggi


JAKARTA, KOMPAS.com — Sebanyak 300 pusat kewirausahaan akan dibangun di perguruan tinggi negeri dan swasta untuk memperkuat implementasi pendidikan kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Gencarnya pendidikan kewirausahaan di jenjang perguruan tinggi yang diprogramkan Departemen Pendidikan Nasional ini juga mendapat dukungan penuh dari Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara.

"Pusat-pusat kewirausahaan itu dibentuk untuk memperkuat pendidikan kewirausahaan di kampus yang benar-benar implementatif. Tujuannya supaya sebelum tamat dari kampus, mahasiswa sudah punya putaran pelatihan usaha. Ketika lulus, mahasiswa punya pilihan untuk juga menjadi pencipta kerja," kata Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas dalam acara video conference soal kewirausahaan yang diikuti Kauffman Foundation di Amerika Serikat serta sejumlah perguruan tinggi Indonesia di Jakarta, Kamis (30/4).

Sofyan A Djalil, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan, pengembangan entrepreneurship di Indonesia, termasuk di perguruan tinggi, harus dilakukan secara bersama-sama. Dukungan Meneg BUMN itu antara lain dengan menggandeng perusahaan-perusahaan BUMN untuk mensponsori pendidikan kewirausahaan bagi dosen terpilih di Kauffman Foundation di Amerika Serikat serta membuka jalan supaya program kewirausahaan yang dijalankan mahasiswa mendapat dukungan pendanaan dari bank-bank BUMN.

Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo mengatakan, munculnya wirausahawan di Indonesia sebenarnya potensial. Sejak dua tahun lalu, Bank Mandiri gencar bersinergi dengan PTN dan PTS lewat program wirausaha muda mandiri untuk mengenalkan kewirausahaan dan kompetisi rencana bisnis yang dijalankan dengan modal dari bank ini.

Ciputra, Pendiri Universitas Ciputra Enterpreneurship Center, menyambut baik adanya sinergi dari berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung percepatan jumlah wirausahawan di Indonesia. Tanpa membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk menciptakan peluang kerja, pengangguran terdidik dari perguruan tinggi yang saat ini jumlahnya 1,1 juta orang itu bisa semakin membengkak tiap tahunnya.

Artikel 5

Perguruan Tinggi Asing Tawarkan Kerja Sama


JAKARTA, KOMPAS.com — Tawaran kerja sama untuk menyelenggarakan program gelar ganda atau double degree dari perguruan tinggi luar negeri kepada Indonesia semakin meningkat. Peluang kerja sama yang ditawarkan perguruan tinggi asing tersebut tentu saja tetap mengutamakan kualitas dan akreditasi yang baik dari insitusi pendidikan tinggi itu di negaranya sendiri maupun secara internasional.

"Perguruan tinggi asing kan tidak boleh membuka cabang di Indonesia. Yang memungkinkan ya kerja sama dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan double degree. Jadi, lulusan perguruan tinggi yang ikut program double degree itu diakui di Indonesia dan juga di negara lain," kata Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, di Jakarta, Selasa (12/5).

Menurut Fasli, perguruan tinggi asing yang boleh membuka cabang hanya untuk politeknik. Namun, itu pun terbatas di lima kota saja, yakni di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Medan.

Lewat kerja sama itu, kata Fasli, perguruan tinggi Indonesia diuntungkan, terutama untuk bisa menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional. Program studi dari perguruan tinggi Indonesia akan diakui serta terjadi pertukaran dosen. Program ini banyaknya untuk master dan doktor. "Ada kerja sama yang saling menguntungkan karena perguruan tinggi Indonesia bisa menyerap hal-hal yang baik dari institusi pendidikan tinggi negara lain, terutama dari negara-negara maju," kata Fasli.

Sejauh ini, program gelar ganda dengan perguruan tinggi asing sudah dilaksanakan dengan Australia, Belanda, Jerman, dan Perancis. Selain itu, Austria juga hendak menawarkan kerja sama serupa.

Adapun perguruan tinggi negeri Indonesia yang terlibat dalam program double degree, antara lain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Diponegoro.

Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, peluang kerja sama dengan perguruan tinggi asing akan memacu peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan demikian, institusi pendidikan tinggi di Indonesia akan bisa terus bersaing secara global dalam kualitas akademik dan riset-riset unggulan secara global.

1 komentar: